L. P. Hartley mungkin bukan nama yang langsung dikenali oleh
semua pembaca kontemporer, tetapi untuk penggemar sastra klasik Inggris, karyanya The Go-Between (1953) adalah harta yang tak ternilai. Novel ini bukan sekedar kisah cinta dan rahasia, melainkan juga sebuah refleksi mendalam tentang ingatan, kelas sosial, dan perjalanan dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan. Dengan gaya penulisan yang anggun dan suasana yang menarik, The Go-Between telah bertahan sebagai salah satu karya terbaik dalam sastra Inggris abad ke-20.
Latar Belakang dan Sinopsis Cerita
The Go-Between berlatar di pedesaan Inggris pada awal abad ke-20, tepatnya di musim panas tahun 1900. Cerita ini diceritakan melalui sudut pandang Leo Colston, seorang pria paruh baya yang merenungkan kembali momen-momen penting di masa kecilnya—ketika ia berusia 13 tahun dan menghabiskan liburan musim panas di rumah teman sekolahnya yang berasal dari keluarga aristokrat.
Dalam ingatan tersebut, Leo secara tidak sadar menjadi “perantara” antara Marian Maudsley, putri bangsawan tuan rumah, dan Ted Burgess, seorang petani setempat. Mereka berdua menjalin hubungan cinta yang terlarang, dan Leo yang naif diminta untuk mengantarkan surat-surat rahasia di antara mereka. Saat itu, Leo belum sepenuhnya memahami makna dari apa yang dilakukannya, tetapi ia kemudian menyadari bahwa dirinya terjebak dalam rahasia besar yang pada akhirnya membawa konsekuensi tragis.
Tema dan Pesan yang Mendalam
Salah satu kekuatan utama dari The Go-Between adalah kemampuannya untuk menggambarkan bagaimana ingatan masa kecil dapat membentuk kehidupan seseorang. Kalimat pembuka novel ini sangat terkenal:
“The past is a foreign country: they do things differently there. ”
(Kemarin adalah negeri asing: mereka melakukan segalanya secara berbeda di sana. )
Kalimat ini menetapkan nuansa nostalgia dan keterasingan terhadap masa lalu yang menyelimuti keseluruhan novel. Leo, sebagai narator dewasa, merefleksikan kembali bagaimana kepolosan masa kecilnya dimanfaatkan dalam dunia orang dewasa yang rumit, dipenuhi kepura-puraan, dan batasan sosial.
Novel ini juga mencerminkan isu kelas sosial yang tajam. Hubungan antara Marian (kelas atas) dan Ted (kelas pekerja) dianggap sebagai pelanggaran terhadap norma sosial pada masa itu. Melalui perspektif Leo, pembaca bisa melihat bagaimana batasan sosial tidak hanya mendiskriminasi, tetapi juga menciptakan tragedi dan penyesalan yang mendalam.
Tema lain yang kuat adalah kehilangan kepolosan. Ketika Leo akhirnya menyadari apa yang terjadi, ia mengalami semacam trauma psikologis yang mengubah hidupnya. The Go-Between dengan halus namun kuat menggambarkan bagaimana satu musim panas bisa menghancurkan kepercayaan, kepolosan, bahkan masa depan seseorang.
Warisan Sastra dan Adaptasi
The Go-Between diakui secara luas sebagai mahakarya L. P. Hartley dan telah diadaptasi menjadi film dan drama. Versi film yang paling dikenal adalah adaptasi tahun 1971 yang diarahkan oleh Joseph Losey, dengan skenario oleh Harold Pinter, yang memenangkan penghargaan di Festival Film Cannes. Adaptasi ini semakin mengukuhkan kedudukan novel ini sebagai salah satu karya sastra Inggris yang paling krusial di abad ke-20.
Gaya narasi Hartley yang halus namun menghancurkan, serta kemampuannya dalam menciptakan suasana yang dipenuhi ketegangan emosional dan sosial, membuat The Go-Between sangat relevan bahkan bagi pembaca modern. Ia menangkap esensi perasaan universal: kerinduan akan masa lalu, kerumitan cinta, dan luka yang bertahan sepanjang hidup.