“Frankenstein”, yang ditulis oleh Mary Shelley, adalah salah satu
buku yang paling dikenal dan berdampak dalam sejarah sastra global. Pertama kali diterbitkan pada tahun 1818, novel ini tidak hanya menyajikan cerita horor yang mendebarkan, tetapi juga mengangkat tema-tema mendalam tentang kehidupan, kematian, dan tanggung jawab seorang pencipta. Hingga saat ini, “Frankenstein” masih dianggap relevan sebagai karya yang memicu pemikiran, dengan pengaruhnya yang melampaui genre horror dan fiksi ilmiah.
Sejarah Penulisan dan Latar Belakang
Asal Usul Novel “Frankenstein”
“Frankenstein” muncul sebagai hasil tantangan yang diberikan oleh penyair Lord Byron kepada Mary Shelley serta dua penulis lainnya, yaitu suaminya, Percy Bysshe Shelley, dan John Polidori, untuk membuat cerita horor. Tantangan ini berlangsung pada musim panas tahun 1816 di Villa Diodati, Swiss, tempat mereka berlindung dari cuaca buruk akibat letusan gunung Tambora yang menyebabkan musim panas tidak ada. Dalam suasana yang kurang nyaman itu, Mary Shelley akhirnya menciptakan Frankenstein, sebuah kisah tentang seorang ilmuwan yang bereksperimen dengan kehidupan dan menciptakan makhluk yang kemudian melawan dirinya.
Novel ini pertama kali diterbitkan tanpa nama pada tahun 1818, dengan nama Mary Shelley baru dikenal pada edisi kedua yang dirilis pada tahun 1823. Karya ini cepat menjadi populer dan menarik perhatian pembaca di seluruh dunia.
Mary Shelley: Penulis yang Mengubah Dunia Sastra
Mary Shelley lahir tahun 1797 di Inggris dan dikenal sebagai penulis berbakat walaupun masih muda saat menulis “Frankenstein”. Ia berasal dari latar belakang keluarga intelektual dan revolusioner, dengan ayahnya, William Godwin, merupakan seorang filsuf, dan ibunya, Mary Wollstonecraft, seorang tokoh feminis terkemuka. Karya-karyanya, terutama “Frankenstein”, mencerminkan minat dan pemikirannya tentang sains, moral, dan kemanusiaan. Mary Shelley menyusun novel ini pada usia sembilan belas tahun, dan telah meninggalkan warisan yang tak terlupakan dalam dunia sastra.
Alur Cerita dan Karakter Utama
Cerita Utama: Penciptaan yang Menghancurkan
“Frankenstein” bercerita tentang seorang ilmuwan muda bernama Victor Frankenstein, yang terobsesi untuk mengatasi kematian dan menciptakan kehidupan dari materi mati. Setelah berhasil menciptakan makhluk dari bagian tubuh manusia yang telah tiada, makhluk Frankenstein (sering disalahpahami sebagai “monster Frankenstein”) menjadi sangat terasing dan dihina oleh masyarakat karena penampilannya yang menyeramkan.
Seiring berjalannya waktu, makhluk ini mengalami penderitaan emosional yang mendalam karena penolakan dan kesepian. Akhirnya, ia melanjutkan balas dendam terhadap penciptanya, Victor, yang telah mengabaikan dan meninggalkannya sesaat setelah penciptaan. Kisah ini membawa pembaca pada perjalanan tragis tentang tanggung jawab, penciptaan, dan pengorbanan.
Karakter Utama dalam “Frankenstein”
Victor Frankenstein: Tokoh utama dalam kisah ini, seorang ilmuwan muda yang ambisius dan berusaha menjelajahi batas sains. Obsesi serta ketidakmampuannya untuk menghadapi tanggung jawab atas ciptaannya menjadi tema utama dalam novel ini.
Makhluk Frankenstein: Meskipun sering disebut sebagai “monster”, makhluk ini sebenarnya adalah sosok yang peka, cerdas, dan sensitif. Penderitaannya berawal dari penolakan oleh penciptanya dan masyarakat, yang menyebabkan kehancuran emosional dan fisiknya.
Elizabeth Lavenza: Istri Victor Frankenstein yang penuh kasih dan perhatian. Meskipun peranya tidak terlalu besar, dia mewakili sisi kemanusiaan dan kebaikan yang kontras dengan obsesi Victor.
Henry Clerval: Sahabat dekat Victor yang menjadi penghubung antara Victor dan dunia luar. Ia menunjukkan moralitas dan humanisme yang coba diabaikan oleh Victor.
Tema Utama dalam “Frankenstein”
Ambisi dan Tanggung Jawab Penciptaan
Salah satu tema utama dalam “Frankenstein” adalah ambisi serta tanggung jawab yang menyertai proses penciptaan. Victor Frankenstein melambangkan keinginan manusia untuk menguasai alam dan melampaui batas-batas kehidupan, tetapi ia mengabaikan kewajiban moral yang seharusnya dimiliki oleh seorang pencipta. Saat ia menciptakan makhluknya, Victor tidak siap memberikan perhatian, kasih sayang, atau panduan, yang akhirnya mengarah pada kehancuran bagi mereka berdua.
Ciptaan Victor menggambarkan dilema etis dan filosofis mengenai apa yang seharusnya menjadi tanggung jawab para ilmuwan dan pencipta saat mereka menghasilkan sesuatu yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia secara signifikan. “Frankenstein” memberikan peringatan bahwa kemajuan di bidang ilmiah harus diimbangi dengan pertimbangan moral yang mendalam.
Kesepian dan Penolakan
Kesepian merupakan tema signifikan lainnya dalam novel ini. Makhluk Frankenstein, meskipun merupakan hasil karya manusia, terjebak dalam kesendirian dan ditolak oleh masyarakat. Ia tidak hanya diabaikan oleh penciptanya, tetapi juga ditolak oleh orang-orang yang merasa takut dan jijik terhadap penampilannya. Derita emosional yang dialami makhluk ini melambangkan efek buruk dari penolakan sosial terhadap individu yang dianggap “berbeda. “
Victor pun merasakan kesepian yang mendalam, baik fisik maupun emosional, ketika ia semakin menjauh karena obsesinya terhadap eksperimen tersebut. Hal ini menunjukkan bagaimana kesendirian dapat merusak jiwa manusia dan menciptakan ketegangan yang bisa berujung pada kehancuran.
Pencarian Identitas
Pencarian identitas menjadi tema lain yang diangkat dalam “Frankenstein. ” Baik Victor maupun makhluk yang diciptakannya, keduanya berusaha memahami siapa diri mereka dan di mana mereka berada di dunia ini. Makhluk Frankenstein mempertanyakan penciptanya, “Siapa saya? ” dan ingin tahu alasan di balik penciptaannya. Sementara itu, Victor menghindari tanggung jawab atas ciptaannya, berjuang untuk tidak menghadapi pertanyaan mengenai moralitas dan konsekuensi dari tindakannya.
Pengaruh dan Warisan “Frankenstein”
Warisan dalam Sastra dan Budaya Populer
“Frankenstein” telah menjadi simbol dalam budaya populer, dengan karakter makhluk Frankenstein sering muncul dalam film, pertunjukan teater, dan adaptasi lainnya. Namun, karakter ini umumnya lebih dikenal sebagai “monster Frankenstein,” meskipun ia bukanlah monster dalam pengertian yang sebenarnya. Novel ini telah menginspirasi banyak karya dalam genre horor, fiksi ilmiah, dan bahkan dalam diskusi filosofi moral.
Pertanyaan Moral dan Etika
“Frankenstein” masih relevan karena terus mengajukan pertanyaan mendalam mengenai tanggung jawab moral dalam penciptaan dan penemuan ilmiah. Seiring dengan kemajuan teknologi modern, terutama dalam bidang bioteknologi dan rekayasa genetika, tema dalam novel ini semakin penting dalam perdebatan mengenai batas-batas eksperimen ilmiah dan dampaknya pada kehidupan manusia.