Kredit UMKM di Indonesia mengalami penurunan pertumbuhan yang cukup signifikan, hanya mencapai 2,5% pada tahun 2025, angka ini menjadi yang terendah sejak pandemi COVID-19 berakhir. Penurunan ini mencerminkan adanya tantangan besar yang dihadapi oleh sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), yang sebelumnya berperan sebagai salah satu pilar pemulihan ekonomi nasional setelah pandemi. Sektor ini seharusnya bisa berfungsi sebagai mesin pertumbuhan ekonomi, namun beberapa faktor eksternal dan internal menghalangi laju pertumbuhannya.
Penyebab Penurunan Kredit UMKM
1. Tantangan Ekonomi Global
Setelah pandemi, perekonomian global dihadapkan pada berbagai tantangan, seperti inflasi yang tinggi, ketidakpastian geopolitik, dan kenaikan suku bunga yang berdampak pada daya beli masyarakat. Ketidakpastian ini mempunyai dampak langsung pada sektor UMKM, yang lebih rentan terhadap fluktuasi ekonomi dibandingkan dengan perusahaan besar. Kenaikan harga bahan baku dan logistik juga turut menambah biaya operasional UMKM, yang mempengaruhi kinerja dan potensi pembiayaan.
2. Kesulitan Akses ke Pembiayaan
Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh UMKM adalah akses yang terbatas ke pembiayaan. Banyak pelaku UMKM, terutama yang baru berkembang atau berada di daerah terpencil, mengalami kesulitan dalam memperoleh kredit dari perbankan. Ini disebabkan oleh faktor-faktor seperti kurangnya jaminan, riwayat kredit yang tidak jelas, dan tingginya suku bunga pinjaman. Bank dan lembaga keuangan cenderung lebih berhati-hati dalam memberikan pinjaman kepada UMKM yang dianggap berisiko tinggi.
3. Lambatnya Proses Digitalisasi
Meskipun pemerintah dan beberapa sektor swasta telah berusaha melakukan program digitalisasi UMKM, sebagian besar pelaku UMKM masih belum dapat beradaptasi sepenuhnya dengan teknologi digital. Ketidakmampuan untuk mengakses pasar digital dan sistem manajemen berbasis teknologi menyebabkan UMKM kesulitan untuk berkembang dan menarik perhatian investor atau lembaga keuangan agar memberikan kredit. Digitalisasi yang lambat membuat UMKM sulit bersaing dengan bisnis yang sudah lebih siap secara digital.
4. Krisis Kepercayaan dan Pandemi yang Masih Membekas
Meskipun pandemi COVID-19 telah berakhir, dampaknya masih terasa di banyak sektor, terutama pada UMKM yang sempat menghentikan operasionalnya selama puncak pandemi. Beberapa UMKM yang mampu bertahan selama pandemi kini menghadapi kesulitan finansial dan utang yang belum dilunasi. Ini mempengaruhi kepercayaan perbankan terhadap kemampuan UMKM dalam mengelola risiko keuangan. Masih banyak UMKM yang kesulitan untuk melunasi pinjaman sebelumnya, sehingga mereka terhalang untuk mendapatkan pembiayaan baru.
Dampak Penurunan Kredit UMKM
Penurunan pertumbuhan kredit UMKM berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi nasional. UMKM adalah sektor yang sangat esensial karena menyumbang lebih dari 60% terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia. Oleh karena itu, jika sektor ini mengalami stagnasi atau penurunan, maka dampaknya bisa dirasakan dalam skala yang lebih luas, seperti:
1. Peningkatan Pengangguran
UMKM merupakan penyedia lapangan pekerjaan terbesar di Indonesia, terutama di tingkat lokal. Apabila UMKM mengalami kesulitan dalam berkembang akibat terbatasnya akses kredit, maka akan ada penurunan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Hal ini berpotensi meningkatkan angka pengangguran dan memperburuk ketimpangan sosial di berbagai daerah.
2. Kesulitan dalam Pemulihan Ekonomi Daerah
Banyak daerah yang mengandalkan UMKM untuk memulihkan ekonomi pasca-pandemi. Penurunan kredit UMKM dapat memperburuk pemulihan ekonomi lokal, karena UMKM adalah penyedia barang dan jasa yang paling dekat dengan kebutuhan masyarakat setempat. Sebagai akibatnya, daya beli masyarakat di daerah tersebut bisa menurun, sehingga berdampak pada sektor-sektor lainnya.
3. Stagnasi Inovasi dan Pengembangan Usaha
Keterbatasan akses terhadap kredit juga menghalangi inovasi di sektor UMKM. Tanpa dukungan pendanaan yang cukup, banyak UMKM mengalami kesulitan dalam melakukan pengembangan produk, memperbarui teknologi, atau meningkatkan kualitas layanan. Inovasi yang terbatas akan membuat UMKM kesulitan bersaing dengan pelaku usaha besar yang lebih memiliki akses terhadap modal.
Langkah yang Perlu Ditempuh
1. Perbaikan Akses Pembiayaan
Untuk memacu kembali pertumbuhan UMKM, sangat penting untuk meningkatkan akses mereka terhadap pembiayaan. Salah satu metode adalah dengan memperkenalkan produk pembiayaan yang lebih fleksibel dan berisiko lebih rendah, serta memperbanyak program pembiayaan berbasis digital. Pemerintah juga bisa memperkenalkan program jaminan kredit untuk mendukung UMKM yang memiliki potensi, tetapi kekurangan jaminan.
2. Peningkatan Digitalisasi UMKM
Digitalisasi merupakan kunci untuk membuka peluang pasar yang lebih luas bagi UMKM. Oleh sebab itu, dibutuhkan pelatihan dan pendampingan yang lebih intensif agar UMKM bisa beradaptasi dengan teknologi yang tersedia. Pemanfaatan platform e-commerce, digital marketing, dan sistem manajemen berbasis teknologi harus menjadi prioritas agar UMKM terus dapat berkembang dan berinovasi.
3. Dukungan dari Pemerintah dan Swasta
Pemerintah perlu terus memperkuat program-program yang mendukung pengembangan UMKM, termasuk melalui pelatihan kewirausahaan, pemberian insentif pajak, dan akses pasar internasional. Sektor swasta juga bisa berperan lebih aktif dalam kolaborasi dengan UMKM, seperti dengan memberikan pendanaan atau menyediakan platform pemasaran yang dapat membantu UMKM tumbuh.
Kesimpulan
Penurunan pertumbuhan kredit UMKM yang hanya mencapai 2,5% menunjukkan adanya tantangan besar bagi sektor ini untuk bangkit kembali pasca-pandemi. Namun, dengan adanya kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, serta usaha untuk meningkatkan akses pembiayaan dan digitalisasi, UMKM dapat kembali menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk terus mendukung pengembangan sektor UMKM agar dapat melewati masa-masa sulit dan menciptakan lapangan pekerjaan serta pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif.